Rabu, 07 November 2018

LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DAN ASPEKNYA


PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk hidup yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial. Sebagai makhluk biologis, makhluk manusia atau “homosapiens”, sama seperti makhluk hidup lainnya yang mempunyai peran masing-masing dalam menunjang sistem kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia merupakan bagian dari sistem sosial masyarakat secara berkelompok membentuk budaya. Ada perbedaan mendasar tentang asal mula manusia, kelompok evolusionis pengikut Darwin menyatakan bahwa manusia berasal dari kera yang berevolusi selama ratusan ribu tahun, berbeda dengan kelompok yang menyanggah teori evolusi melalui teoripenciptaan, yang menyatakan bahwa manusia itu diciptakan oleh Allah. Pemahaman tentang hidup dan kehidupan, itu tidak mudah. Makin banyak hal yang dilihat tentang gejala adanya hidup dan kehidupan, makin nampak bahwa hidup itu sesuatuyang rumit. Pada individu dengan organisasi yang kompleks, hidup ditandai dengan eksistensi vital, yaitu: dimulai dengan proses metabolisme, kemudian pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, dan adaptasi internal, sampai berakhirnya segenap proses itu bagi suatu “individu”. Kehidupan adalah fenomena atau perwujudan adanya hidup, yang didukung tidak saja oleh makhluk hidup (biotik), tetapi juga benda mati (abiotik), dan berlangsung dalam dinamikanya seluruh komponen kehidupan itu. Ada perpaduan erat antara yang hidup dengan yang mati dalam kehidupan.

Hubungan bisnis antara pihak-pihak yang mempunyai budaya atau kebangsaan berbeda dapat dipengaruhi oleh tantangan tambahan.Bila salah satu pihak dari budaya konteks tinggi mengambil bagian dalam kesepakatan bisnis, faktor-faktor yang dibahas mungkin akan lebih rumit karena keyakinan berbeda mengenai signifikansi dari kesepakatan bisnis formal dan kewajiban yang mengikat semua pihak misalnya, manajer penjualan benar-benar yakin bahwa hanya kontrak yang ditulis dengan baik yang diperlukan agar perusahaanya dapat menerima semua kewajiban yang mengikat. Tetapi manajer penjualan tadi juga tidak dapat memahami belahan dunia, sesuatu hanya dapat terjadi bila ada hubungan pribadi karena kadang-kadang hubungan pribadi juga perlu untuk melaksanakan sesuatu dalam lingkungan konteks rendah. Berikut ini akan dijelaskan mengenai aspek dasar budaya, pendekatan analisis faktor budaya, negosiasi, produk industri, dan produk konsumen.


TEORI
A.    Aspek Dasar Budaya
Bagi ahli antropologi dan sosiologi, budaya adalah “cara hidup” yang dibentuk oleh sekelompok manusia yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya termasuk kesadaran dan ketidaksadaran akan nilai, ide, sikap, dan simbol yang membentuk perilaku manusia dan diteruskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Seperti didefinisikan oleh seorang ahli antropologi organisasi Geert Hofstede, budaya adalah “tatanan kolektif dari pikiran yang membedakan anggota tersebut dari satu kategori orang dengan orang lainnya.”

B.     Pendekatan Analisis Faktor

1.      Faktor Budaya

Ada beberapa pedoman yang akan meningkatkan kemampuan untuk belajar tentang budaya lain:
a.       Awal dari kebijakan adalah menerima bahwa kita tidak akan pernah benar-benar memahami diri kita sendiri atau orang lain.
b.      Sistem persepsi kita amat terbatas.  Artinya sistem pengendali saraf kita hanya bekerja jika ada sinyal masukan yang berbeda dari apa yang kita harapkan.
c.       Kita menghabiskan sebagian besar energi untuk mengelola masukan persepsi.
d.      Ketika kita tidak memahami keyakinan dan nilai-nilai sistem budaya tertentu dan masyarakat, hal-hal yang kita amati dan pengalaman mungkin tampak "aneh."
e.       Jika kita ingin menjadi efektif dalam budaya asing, kita harus berusaha untuk memahami bahwa keyakinan budaya itu, motif, dan nilai-nilai. Ini membutuhkan sikap terbuka yang memungkinkan kita untuk mengatasi keterbatasan persepsi berdasarkan budaya kita sendiri.

2.      Negosiasi
Jika bahasa dan budaya berubah, ada tantangan tambahan dalam komunikasi. Misalnya, “ya” dan “tidak” dipergunakan dengan cara yang berbeda antara Negara Jepang dan Negara barat. Hal ini menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman. Dalam bahasa inggris jawaban “ya” atau “tidak” atas sebuah pertanyaan didasarkan pada apakah jawabannya mengiyakan atau menolak. Dalam bahasa Jepang, tidak demikian. Jawaban “ya” atau “tidak” dapat dipergunakan untuk jawaban yang membenarkan atau menolak pertanyaan tadi.

3.      Produk Industri
Berbagai faktor budaya yang telah dijelaskan sebelumnya mempunyai pengaruh penting pada pemasaran produk industri di seluruh dunia dan harus dikenali dalam merumuskan rencana pemasaran global. Beberapa produk industri dapat menunjukkann sensitivitas lingkungan yang rendah, seperti dalam kasus chip komputer, misalnya, atau tingkat tinggi, seperti dalam kasus generator turbin yang mana kebijakan pemerintah untuk “pembelian nasional” menunjukkan bahwa tawaran dari penawar asing itu tidak menguntungkan.

4.      Produk Konsumen
Pengamatan dan studi menunjukkan bahwa tanpa tergantung pada kelas sosial dan pendapatan, budaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku konsumsi, penggunaan media, dan kepemilikan barang yang tahan lama. Produk konsumen mungkin lebih peka terhadap perbedaan budaya daripada produk industri. Rasa lapar merupakan suatu kebutuhan fisiologis dasar dalam hirarki Maslow; semua orang butuh makan, tapi apa yang akan kita makan sangat dipengaruhi oleh budaya.

C.    Studi Kasus
Hubungannya dengan contoh kasus yang terjadi dimasyarakat

Kita ambil contoh dari pulau Jawa. Meskipun daerah kepulauan jawa secara geografis hanya sebagian kecil dari wilayah Indonesia namun kepadatan penduduk pulau ini melebihi kependudukan pulau lain. Selain itu pada tradisi Jawa yang sangat kental, sehingga dalam menjalani kehidupannya juga lebih mengacu pada pandangan religius di setiap perkembangan yang ada termsuk perkembangan ekonomi di Indonesia. Namun kita tahu ternyata pandangan pandangan masyarakat jawa tidak selalu dapat diaplikasikan pada kehidupan yang realistis.

Adanya status sosial yang tinggi ternyata juga berpengaruh pada dijalankanya bisnis di Perusahaan di Indonesia. Tetapi sikap dan pandangan dunia jawa dalam budayanya dapat menembus birokrasi Indonesia,pemerintahan,dan militer. Masyarakat jawa dianalisis dalam tiga pandangan dunia yaitu masyarakat jawa biasa, para bangsawan(priyayi) dan para muslimin. Mayoritas penduduk jawa adalah muslim, muslim itu sendiri terbagi menjadi muslim tradisional dan muslim modern. Muslim tradisional mematuhi mistik dan lebih terbuka dalam penafsiran ajaran agama,sedangkan muslim modern mematuhi ajaran Al-qur’an dan hukum agama. Walaupun begitu keduanya masih erat dengan ajaran lima rukun islam. Sifat dari masyarakat biasa adalah tahan terhadap perubahan dan menerima apa adanya serta masih diwarnai animisme mistis. Yang terakhir adalah para bangsawan,yang terdiri dari kelas pejabat,perwira militer dan intelektual tetapi sekarang lebih dikenal sebagai birokrasi elit yang berkuasa. Tetapi sekarang makna priyayi lebih meluas, bukan sekedar keturunan dari seorang bangsawan, tetapi lebih pada tingkat pendidikan akademisnya. Pandangan para priyayi sangat dipengaruhi oleh budaya kerajaan yaitu pengaruh estetika dan cita-cita dari kepercayaannya.

Masyarakat Jawa sangat terhormat dan dipandang ningrat serta hirarkis. Namun bagi orang Barat khususnya, menyesuaikan diri dengan pengertian tentang hirarki kadang bisa sulit. Orang Barat yang mentap di Jawa lebih sering meratakan atau menyamakan penampilan dalam bisnis atau situasi sosial. Hanya saja upaya tersebut lebih sering menghasilkan kebingungan dan ketidaknyamanan bagi semua pihak.

Umur, gender, perkawinan dan pendidikan merupakan faktor penentu penting dari status sosial di Jawa. Para menangguhkan orang yang lebih muda kepada orang tua, dalam bahasa dan dalam sikap, bahkan ketika perbedaan usia diabaikan. Beberapa perusahaan juga terkadang lebih menspesifikasikan pada perbedaan jenis kelamin.

Perbedaan kebudayaan yang banyak bertolakbelakang ini juga kadang menimbulkan  masalah. Kebajikan tinggi yaitu kesabaran yang dimiliki Jawa dan banyak dibutuhkan di Indonesia, terutama ketika terlibat dengan birokrasi perusahaan atau pemerintah. Terlambat atau tidak hadir pada waktu yang ditentukan sangat umum terjadi disana.
Sebaliknya, waktu merupakan masalah penting bagi pengusaha Barat rata-rata. Inilah letak masalahnya, yaitu kurangnya kedisiplinan dalam menghargai waktu. Orang-orang barat lebih cenderung disiplin dan tegas.


ANALISIS

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang hidupnya saling bergantung antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga muncullah budaya-budaya masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Menurut saya, faktor budaya sangat penting dalam kehidupan berbisnis. Karena disaat kita berbisnis, kita harus bisa menganalisis keadaan lingkungan sekitar kita supaya tahu kebutuhan masyarakat di daerah setempat. Misalnya, sekarang ini lagi musim hujan di daerah Jabodetabek. Maka penjualan payung dapat dilakukan dikota-kota ini.


REFERENSI

http://gottanachoo.blogspot.com/2010/10/pengaruh-kebudayaan-terhadap-doing.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar